Setengah jam berjalan, awan mendung
rupanya tak mampu lagi menahan air serapan. Sehingga kami mulai dikeroyok
gerimis kecil. Pak Ketu akhirnya menepikan rombongan. Sebagian ada yang pake
jas hujan, sebagian lagi ngga. Aku sendiri ngga pake, soalnya banyakan yang
ngga pake. Waktu itu yang pake jas cuma 2 orang aja, banyak yang ngira ujannya
pasti bakal makin kecil. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan tanpa pake jas
hujan.
10 menit berjalan, dugaan kami
salah besar. Hujan turun semakin deras. Dan disinilah penderitaanku dimulai.
Motorku mulai terbatuk, gara-gara businya kena air hujan. Dan akhirnya, motorku
berhenti tiba-tiba. Aku menepi, awalnya aku takut motornya ngga bisa hidup
lagi, tapi pas ku coba selah, dia
bisa hidup lagi dan baik-baik aja meskipun dalam hati aku tahu, motorku
bermasalah. Tak kusangka, motor A Adul sama motor Pak Ketu juga menepi, sekitar
5 meter di depan pemberhentian ku. Mungkin
mereka kira aku berhenti karena mau pake jas hujan karena hujan yang
semakin mengguyur deras.
Aku ngga berani cerita kalo
motorku mulai bermasalah, aku takut mereka khawatir. Meski takut terjadi
apa-apa, aku simpan ketakutan itu sendirian. Bahkan sama Ina –yang aku bonceng-
pun aku ngga berani cerita. Dan itu cukup menyakitkan. Aku jadi keinget Teh Sari. Kalo aku jalan sama dia,
pasti dia langsung tahu kalo motorku bermasalah.
Tadinya Dikri ngajak istirahat
dulu, karena waktu itu selain hujannya deras juga disertai angin. Dikri bilang
kasian aku sama Ina. Sebenernya dia ngekhawatirin Ina, sampe-sampe dia rela
ngga pake jas hujan karena dipinjemin ke Ina. *Duh, asli baik banget nih si
Dikri ckckck. :D Tapi karena waktu itu udah hampir setengah enam sedangkan
perjalanan masih jauh -kita
berhenti juga ngga tau di daerah apa- jadi Pak Ketu memutuskan untuk lanjut
aja.
5 menit berjalan, jalanan menanjak. Dan pas aku oper, lagi-lagi
motornya berhenti ngedadak. Ina mulai khawatir. Tapi pas aku selah, motornya hidup lagi. Kata
bapak-bapak disana, ngga apa-apa asal gasnya jangan dikendorin aja. Dan
dari sinilah penganiayaan terhadap motorku dimulai. Karena aku takut motornya
mati lagi, aku nekat pake
gigi 3 sepanjang perjalanan dan gas ngga aku kendorin. Kalopun
keadaannya aku harus pelan, aku tetep tancap gas tapi sambil pasang rem. Aku cuma
bisa ngedo’a “Ya Allah, kuatkan dan selamatkan motorku sampe rumah.”
Di persimpangan Pamijahan,
lagi-lagi temen-temen nunggu aku sama Ina yang ketinggalan. Dan meskipun aku
sempat berhenti, mereka nyuruh aku duluan. Haha. Lucu juga sih. Aku selalu disuruh
duluan tapi ujung-ujungnya tetep aku yang ketinggalan. Aku ngga peduli
dibelakangku masih ada motor temen atau ngga. Yang waktu itu aku inget aku cuma
punya Allah tempat aku meminta pertolongan.
Hari semakin gelap, dan ternyata
2 motor temenku masih ada dibelakang. Mereka menepi, aku ikut menepi juga. Pas kami
berhenti, adzan magrib berkumandang. Dan setelah kulihat sebuah plang
pesantren, aku tahu kami baru nyampe di Cibalong. Kami pun melanjutkan
perjalanan. Waktu itu aku niatkan sholat magribku dijama’ takhir sama isya.
Sekarang hari benar-benar gelap,
dan hujan masih belum berhenti. Sedangkan rute perjalanan Tasik-Pamijahan, ada
yang tau? Rute hutan yang berkelok dan minim lampu penerangan. Untuk
pencahayaan, saat itu Aku hanya percaya pada lampu motorku dan beberapa
kendaraan yang melintas. Dan untuk pertama kalinya aku tau fungsi garis putih
dan ‘kotak alumunium’ yang dipasang di tengah jalan, sebagai petunjuk –ketika malam tiba- agar pengguna
jalan tau harus belok kiri atau belok kanan.
Dan apesnya, garis putih di jalur
ini hampir jarang ku temukan. Bahkan di suatu tempat, mataku yang udah perih
karena terus disiram air hujan bener-bener ngga bisa liat jalan. Duh, kalau sampe salah belok kan bisa-bisa masuk
jurang. “Ya Tuhan, hanya Engkau yang mendengar jeritan hatiku saat ini.
Tolong selamatkan kami!” Air mataku meleleh bersama air hujan. Benar-benar
penuh perjuangan. Satu hal yang saat itu sangat aku inginkan, aku ingin cepat
menemukan jalan kota.
Sekitar satu jam setengah kami
berjuang melawan jalan yang minim penerangan, mataku menangkap tulisan Polres Kawalu. Meskipun belum sempe Kota
tasik, tapi setidaknya hati kecilku yakin daerah perkotaan akan segera kami
temukan. Dan 15 menit kami berjalan, benarlah kami menemukan perempatan lampu
merah lengkap dengan papan petunjuk arah. Yang sempat ku baca saat itu
Lurus=pusat Kota, Belok Kanan=Cibereum, Cirahong. Namun karena lampunya keburu
warna hijau, aku ngga punya waktu buat milih, akhirnya kujalankan motorku ke arah
kanan, dimana terakhir otak dan mataku menangkap tulisan Cibereum, Cirahong.
Tapi setelah aku pikir ulang,
mungkin jalanan akan lebih
aman ke pusat kota. Selain karena Cirahong penuh aroma mistis, disana juga ada
beberapa tanjakan. Untuk motorku yang sedang bermasalah *duh bahaya kayaknya. Setelah berjalan
cukup jauh karena sambil berdiskusi dengan Ina dan batinku sendiri. Akirnya
kuputuskan puter balik ke lampu merah tadi.
Dan 100 meter arah lurus dari
plang tadi aku langsung masuk JL. K.H. Zaenal Mustofa. Alhamdulillah, mungkin hanya Allah yang tau betapa senangnya aku
saat itu. Apalagi setelah menemukan Asia Plaza dan ramainya suasana kota.
Walaupun aku masih meraba jalan, karena belum faham benar jalan kota Tasik.
Tapi setidaknya aku sudah menemukan peradaban. Dan akhirnya aku menemukan jalur
Karang Resik –jalur keluar dari kota Tasik menuju Bandung ataupun Ciamis. Aku juga
sempat isi bensin disana, karena sejak tadi motorku terus tancap gas jadi bensinnya boros. Mungkin temen-temen
yang lain udah pada nyampe Ciamis, aku juga ngga tau bagaimana perjuangan
mereka (walaupun pada sehari setelahnya, kata Dikri ngeliat aku ngisi bensin
disana. Tapi aku ngga liat dia). Aku pun segera melanjutkan
perjalanan. Jalur Tasik-Ciamis alhamdulillah
ramai lancar.
Dan karena sejak tadi siang perut
kami kosong –belum diisi nasi, baru diisi camilan, sepertinya aku dan Ina
kelaparan. Setelah sampe alun-alun Ciamis, kami pun berhenti untuk membeli nasi
goreng. Dan disinilah insiden terjadi, pas ina turun dari motor kudapati
resleting tas Ina sudah membuka selebar-lebarnya. Keliatannya nya udah dari
tadi. Dan benarlah beberapa isi tasnya hilang termasuk dompet yang berisi HP dan
beberapa barang berharga lainnya.
Musibah emang bisa terjadi sama
siapa aja, selain berusaha menenangkan Ina aku yang udah kelaperan dan
kedinginan ngga bisa berbuat apa-apa. Untung ada Polisi Lalu Lintas yang juga
lagi jajan. Ina minta saran deh sama Pak Polisi. Akhirnya, Ina diminta lapor
dulu ke polsek Ciamis untuk menyatakan kehilangan.
Itulah sekelumit kisah
perjalananku yang kurasa penuh dengan perjuangan. Karena aku nganter dulu Ina
ke kantor polisi jadi aku tiba di rumah sekitar pukul setengah 10 malam, dan
itu masih gerimis lho. Hm, lumayan sensasi dinginnya kehujanan selama 4 jam
setengah masih terbayang sampe sekarang. Bahkan kalo sore-sore turun hujan
deras, perjalanan ini selalu terbayang :)
Pelajaran yang kudapat pada
perjalanan kali ini, kalo kalian mau melakukan perjalanan yang sangat jauuuhh
Baca juga ==>
- Pastikan kendaraan kalian benar-benar oke. Kalau perlu service dulu. Bahaya juga kan kalo terjadi sesuatu yang ngga diinginkan dijalan.
- Jangan lupa bawa jas hujan! (kalo naik motor)
- Pastikan bawa tas yang aman buat nyimpen bekal dan barang berharga!
- Meskipun pada kenyataannya (bagiku) emang cukup sulit. Tapi Lawanlah rasa takutmu! Karena percayalah sebagian besar rasa takutmu itu tak pernah terwujud.
- Jangan bergantung pada sesama! Bergantunglah pada Sang Pencipta.
Baca juga ==>